Pengertian Aqiqah Menurut Para Ulama
Aqiqah adalah
sebuah hukum dalam Islam yang kemudian menjadi sebuah tradisi yang ada bagi
seluruh masyarakat muslim di Indonesia. Aqiqah memiliki pengertian yang berarti
menyembelih hewan sebagai penebusan atas kelahiran sang anak di hari ke-7 kelahirannya.
Adapun
secara bahasa, aqiqah sendiri berarti memotong atau memutus. Sedangkan menurut
hukum syar'i, pengertian aqiqah adalah
memotong atau menyembelih hewan berupa kambing untuk bayi yang dilahirkan pada
hari ketujuh dari hari kelahiran bayi tersebut.
Lalu
seperti apa pengertian aqiqah menurut para ulama? Bagaimana hukum dan ketentuan
yang berlaku dalam aqiqah?
Pengertian Aqiqah
Definisi
aqiqah menurut Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul
Tuhfatul Maudud. Sebagaimana yang tertulis pada halaman 25-26, beliau menuliskan
bahwa Imam Jauhari berkata :
Aqiqah adalah
menyembelih hewan pada hari ketujuh kelahiran anaknya dan mencukur rambutnya.
Selanjutnya Ibnu Qayyim rahimahullah berkata “Dari penjelasan tersebut jelaslah
bahwa aqiqah itu disebut demikian sebab mengandung dua unsur di atas dan ini
lebih utama.”
Lalu
pengertian aqiqah menurut Imam Ahmad dan jumhur ulama, mereka berpendapat
ditinjau dari segi syar’i. Pengertian aqiqah
adalah makna berkurban atau menyembelih.
Sementara
pengertian aqiqah menurut Imam Syafi’i adalah berasal dari kata 'Aqq. ‘Aqq
berarti memutus dan melubangi.
Adapula
yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih. Dinamakan demikian
sebab leher hewannya dipotong, dan dikatakan juga ‘aqq sebab rambut yang dibawa
si bayi ketika lahir dipotong.
Adapun
makna aqiqah secara syari'at adalah hewan yang disembelih untuk menembus bayi
yang dilahirkan.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam hadist :
" Setiap anak
tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkanlah (aqiqahnya) bagi ia pada hari
ketujuh dari kelahirannya. Maka dinamailah
dia dan dicukurlah rambutnya "
Hadis
riwayat Imam Ahmad: 5/8, 12 dan An-Nasa’i: 7/166 dan dishahihkan lebih dari
satu orang)
Hukum Aqiqah
Adapun
untuk hukum aqiqah sendiri menurut para ulama, mereka memberikan pandangan yang
berbeda-beda. Ada beberapa ulama yang menganggap bahwa aqiqah hukumnya adalah sunnah
mu'akkadah.
Sementara
adapula sebagian ulama yang berpendapat bahwa hukum aqiqah adalah wajib bagi
mereka yang mampu dan memiliki rizki.
Ya,
aqiqah merupakan salah satu bentuk rasa syukur seseorang kepada Allah SWT
setelah ia dikaruniai seorang anak. Aqiqah bisa dikatakan sebagai wasilah
kepada Allah untuk menjaga dan melindungi anak yang dilahirkan gar kelak
menjadi anak yang sholeh dan sholehah.
Untuk
hukum waktu pelaksanaan aqiqah sendiri ada beberapa ulama’ yang berbeda
pendapat. Berdasarkan hadist dikatakan bahwasannya aqiqah dilaksanakan pada
hari ketujuh kelahiran sang anak.
Pelaksanaan
aqiqah pada hari ketujuh karena berdasarkan sabda Rasulullah. Di mana
berdasarkan hadist itu kemudian dijadikan sebagai dalil bagi orang yang
berpendapat bahwa waktu aqiqah itu adanya pada hari ketujuh.
Adapun
bagi orang yang melaksanakannya sebelum hari ketujuh berarti tidak melaksanakan
aqiqah tepat pada waktunya. Bahwasannya syariat akan aqiqah akan gugur setelah melebihi
atau lewat hari ketujuh.
Menurut pendapat Imam Malik, beliau berkata : “Jika bayi itu meninggal sebelum hari ke tujuh,
maka gugurlah sunnah aqiqah bagi kedua orang tuanya.”
Lalu
ada sebagian ulama’ yang membolehkan untuk melaksanakan aqiqah sebelum hari
ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya
“Tuhfatul Maudud” di halaman 35.
Seperti
itulah ulasan mengenai pengertian aqiqah, di mana aqiqah adalah berarti menyembelih hewan sebagai penebusan atas
kelahiran seorang bayi di dunia ini. Semoga bermanfaat.
Bagi anda yang berencana untuk menunaikan ibadah aqiqah dapat mempercayakannya kepada kami, Aqiqah Al Kautsar. Aqiqah Profesional dengan Paket Kambing Aqiqah Syar’i, Sehat, Murah, dan Berkualitas
Keterangan lebih jelas untuk harga terbaru klik di sini.
Tag :
Artikel
0 Komentar untuk "Pengertian Aqiqah Menurut Para Ulama"